[Type the document title]
[Type the document subtitle]
[Type the abstract of the document here. The abstract is
typically a short summary of the contents of the document. Type the
abstract of the document here. The abstract is typically a short
summary of the contents of the document.]
|
[Year]
|
|
A. Pengertian
Autoimunitas adalah kegagalan suatu organisme
untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang
membuat respon
kekebalan melawan sel dan jaringan
miliknya sendiri. Beberapa penyakit yang dihasilkan dari kelainan respon
kekebalan ini dinamakan penyakit
autoimun. Penyakit
Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah
mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia
justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya
penyakit autoimun tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam
melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan
yang terbentuk. (NIH, 1998; Schaechter dkk., 1993 : Salyers dan Whitt, 1994 :
Pelczar dkk. 1986 : Madigan dkk. 1997).
BAGIAN
TUBUH YANG DAPAT TERKENA PENYAKIT AUTOIMUN
B. Penyebab
penyakit Autoimun
Genetik :
Telah ditunjukkan pada manusia bahwa gen major histocompatibility complex (MHC)
dikaitkan dengan kejadian spesifik dari penyakit autoimmune. Gen MHC ada pada
semua vertebrata, gen ini menandai 2 katagori pokok molekul yang membentuk
bagian dari sel membran dan seluruh bagian membran (Schaechter dkk., 1993 :
Henderson dkk., 1999). Secara khusus gen tersebut memiliki peranan dalam
menseleksi antigen yang dapat dikenali oleh sel-T. Sebuah analisa keturunan
dari anjing beardies menunjukan bahwa hypoadrenocorticism mempengaruhi sifat
keturunan yang dihasilkan. Kejadian ini disebabkan adanya autosomal recessive
gene yang melakukan penetrasi secara tidak lengkap.
Para peneliti
berharap dapat mengidentifikasi gen atau gen-gen pada satu atau lebih loci yang
memiliki hubungan dengan hypoadrenocorticism. Analisa pedigree pada populasi
besar Old English Sheepdogs dan breeds lainnya yang pada populasi lebih kecil,
menunjukkan bahwa hampir semua kasus autoimmune terjadi pada hewan yang
memiliki darah segaris. Namun demikian data tersebut juga menjelaskan bahwa
anjing-anjing yang dalam segaris keturunan tidak selalu menderita penyakit
autoimmune dimana mayoritas dalam kondisi normal, sehat walaupun beberapa
menderita gangguan subklinis penyakit autoimmune. Kesimpulan yang dapat ditarik
dari kasus diatas bahwa ; Tampaknya anjing memiliki kecendurungan secara
genetik untuk menderita penyakit autoimmune (Aronson, 1999).
Fakta lain menunjukkan bahwa gen spesifik atau
kelompok gen sebagai predisposisi suatu keluarga terhadap Psoriasis. Sebagai
tambahan, individu anggota suatu keluarga dengan penyakit autoimmune dapat
berperan dalam membentuk abnormalitas gen yang mendorong kejadian penyakit
autoimmune walaupun mungkin menurunkan penyakit autoimmune dalam jenis penyakit
autoimmune lainnya. Sebagai contoh; salah satu orangtuanya menderita lupus,
maka keturunannya dimungkinkan menderita dermatomyositis dan mungkin keturunan
lainnya penderita Rheumatoid arthritis (NIH, 1998).
Beberapa
penyakit autoimmune diketahui terjadi karena adanya faktor pemicu seperti
infeksi virus. Sinar matahari tidak saja berperan sebagai pemicu kejadian lupus
akan tetapi sinar matahari malahan dapat memperburuk kondisi penderita lupus.
Hal ini perlu disadari sehingga faktor-faktor tersebut dapat dihindari oleh
individu yang rentan dalam rangka mencegah atau meminimalisasikan jumlah
kerusakan yang ditimbulkan oleh karena penyakitauto immune pada penderita. Faktor-faktor
lainnya seperti : stress kronis, hormonal dan kehamilan, belum banyak diketahui
dampaknya terhadap sistem kekebalan dan penyakit autoimmune (Aronson, 1999)
C. Mekanisme
Penyakit Autoimun
Jika tubuh
dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon
immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri
dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut
secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga
dapat memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada
penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari
dirinya (NIH, 1998).
Ada 80
grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan tanda kesakitan
kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh manusia. Gejala-gejala
yang ditimbulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal, endokrin sistem,
kulit dan jaringan ikat lainnya, mata, darah, dan pembuluh darah. Pada gangguan
penyakit tersebut diatas, problema pokoknya adalah terjadinya gangguan sistem
immune yang menyebabkan terjadinya salah arah sehingga merusak berbagai organ
yang seharusnya dilindunginya.
D. Diagnosis
Penyakit Autoimun
Dokter mendiagnosis berdasarkan
gejala yang timbul, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang yang diminta biasanya adalah antibodi yang berhubungan dengan
penyakit autoimun yang diduga diderita pasien berdasarkan gejala dan
pemeriksaan fisik. Sebagai contoh: pemeriksaan anti-dsDNA yang positif
berhubungan dengan penyakit lupus eritematosus sistemik. Pemeriksaan antibodi
antikardiolipin (ACA) berhubungan dengan sindrom antifosfolipid (pengentalan
darah).
Diagnose dini penyakit autoimmune sangat
sulit dilakukan. Beberapa gejala dari penyakit autoimmune, seperti kecapaian,
adalah tidak spesifik. Test penunjang mungkin sangat membantu, tetapi
seringkali tidak mencukupi didalam mengkonfirmasi suatu diagnostik. Jika
individu menderita gejala semacam sakit persendian dan hasil laboratorium
positif tetapi non spesifik, maka penderita tersebut akan didignose dengan nama
yang membingunggkan (undifferentiated) sebagai awal atau tidak terbedakan
sebagai penyakit jaringan ikat (connective tissue disease) (NIH, 1998).
E.
Jenis Jenis Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun dapat terjadi
pada semua individu di usia berapapun meskipun umumnya lebih sering pada usia
produktif serta lebih sering pada wanita daripada pria. Beberapa contoh jenis penyakit
autoimun, diantaranya :
1.
Rheumatoid
arthritis (RA)
Rheumatoid
arthritis adalah penyakit autoimun sistemik namun karakteristik utamanya adalah
menyerang jaringan sendi-sendi bukan kelenjar eksokrin. Meskipun penyakit
autoimun lain juga bisa menyerang sendi dan menyebabkan radang sendi namun
berbeda dengan RA yang dapat berdampak kerusakan berupa erosi yang menyebabkan
deformitas hingga sudah tidak lagi dapat berfungsi dengan baik. Pada sendi
terdapat kapsul yang melindungi sendi. Sel-sel pada bagian dalam kapsul inilah
yang diserang oleh sistem imun pada RA. Kerusakan kapsul tersebut akhirnya bisa
menyebabkan dikeluarkannya protein-protein yang akan merusak tulang dan tulang
rawannya. Tipikal dari RA adalah beberapa sendi yang terkena dan sendi yang
terkena simetris yang artinya sendi pada kedua sisi tubuh terkena sebagai
contoh kedua lutut terkena, atau kedua siku terkena meskipun terkadang tidak
bersamaan dan derajat keparahannya tidak sama. Biasanya ini yang membedakannya
dengan Osteoarthritis yaitu radang sendi lain yang bukan penyakit autoimun.
Sendi yang umum terkena adalah sendi-sendi jari, pergelangan tangan,
pergelangan kaki, serta lutut. Gejala-gejala radang sendi yang muncul
diantaranya sendi terasa kaku dan nyeri, terlihat bengkak dan merah serta
terasa hangat. Deformitas yang umum terjadi adalah pada jari-jari tangan yang
dinamakan ‘ulnar deviation’, yaitu jari-jari reposisi miring ke arah jari
kelingking. Deformitas yang telah terjadi bersifat permanen berarti tidak dapat
diperbaiki kembali. Begitu juga seperti Sjögren’s syndrome yang
adalah penyakit autoimun sistemik, RA tidak sebatas radang sendi saja namun
juga menyerang organ-organ tubuh sehingga memberikan gejala-gejala yang mirip
dengan penyakit autoimun sistemik lainnya.
Salah satu
karakteristik utama dari penyakit ini adalah gejala
morning stiffness yaitu kekakuan sendi-sendi di pagi hari yang
berlangsung 30 menit hingga 1 jam, namun biasanya untuk diagnosa RA kriterianya
adalah minimal 1 jam. Meskipun dengan karakteristik tersebut, tidak jarang di
tahap awal penyakit penderita telat atau salah di diagnosis karena gejalanya
yang dapat mirip dengan penyakit autoimun lainnya dan radang sendi yang cukup
umum pada penyakit lain termasuk selain penyakit autoimun. Selain itu, gejala
juga pada tahap awal bisa belum spesifik seperti morning stiffness yang hanya
berlangsung hingga 30 menit atau gejala radang sendi namun tidak ada
tanda-tanda erosi serta hasil-hasil pemeriksaan untuk RA yang ‘masih’ dalam
batas normal. Yang lebih sulit lagi adalah tidak semua penderita RA menunjukkan
hasil pemeriksaan yang positif, terdapat juga pada beberapa penderita yang
sudah timbul erosi atau deformitas meskipun hasil pemeriksaannya tidak pernah
positif yang dikenal dengan Seronegative RA. Salah satu karakteristik lain dari
RA adalah rheumatoid nodule yaitu
nodul yang umumnya keras dan ukurannya bervariasi dari seukuran kacang polong
hingga buah jeruk. Nodul ini umumnya muncul di bawah permukaan kulit di atas
tulang di tangan atau siku, namun bisa juga muncul di paru-paru atau organ lainnya.
Nodul ini bisa muncul seiring dengan perjalanan penyakit.
Tidak seperti
anggapan umum bahwa RA hanya terjadi pada orang tua, RA juga dapat terjadi pada
orang muda terutama mereka yang berada di usia produktif. RA pada orang tua
mungkin lebih terlihat dengan adanya deformitas yang sudah berat dikarenakan
baru terdeteksi pada usia tua padahal mungkin sudah muncul sejak usia lebih
muda. Pada anak kecil juga dapat terjadi RA yang dinamakan Juvenile Rheumatoid
Arthritis (JRA) yang muncul pada anak dibawah usia 15 tahun. Penanganan
untuk RA tujuannya selain untuk menekan sistem imun adalah untuk mencegah
terjadinya deformitas sehingga penanganannya sering lebih agresif.
2.
Alopecia Areata
Pada penyakit
ini, sistem imun penderita menyerang folikel-folikel rambut yaitu struktur
tempat tumbuhnya rambut. Hal ini menyebabkan kerontokan rambut sehingga
menimbulkan daerah-daerah botak mulus pada kepala atau bagian tubuh berambut
lainnya. Daerah botaknya bisa kecil atau luas hingga menyebabkan botak total
atau seluruh tubuh. Selain kerontokan rambut, penderita dapat merasakan gejala
gatal-gatal atau rasa terbakar pada kulit. Selain itu penyakit ini dapat
bermanifestasi ke kuku berupa cekung atau permukaan kasar. Umumnya penyakit ini
dihubungkan dengan stress sebagai pemicunya, maka sering penderitanya
disarankan untuk manajemen stress meskipun hal ini masih diperdebatkan.
Pengobatan yang dapat diberikan pada penderita ini adalah dengan terapi untuk
menekan sistem imun. Jika daerah botaknya kecil dapat secara spontan membaik
sendiri. Penyakit ini tidak membahayakan nyawa namun dapat memberikan beban
psikologis pada penderita karena mengubah penampilan penderita tidak sesuai
dengan kehendaknya.
3. Antiphospholipid Syndrome (APS)
Ini adalah
kelainan koagulasi darah yaitu kelainan pembekuan atau pengentalan darah. Dari
namanya yang menggunakan syndome maka dia merujuk pada kumpulan gejala daripada
penyakit. Pada kelainan ini terjadi hiperkoagulabilitas akibat sistem imun yang
menyerang beberapa protein normal di dalam darah. Protein-protein tersebut
mempengaruhi proses pembekuan darah. Kekurangan protein-protein tersebut
menyebabkan kecenderungan terjadi bekuan-bekuan darah sehingga dapat menyumbat
pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah di organ seperti otak dapat
menyebabkan stroke atau serangan jantung di organ jantung. Penyumbatan pembuluh
darah balik (vena) di kaki dapat menyebabkan kaki bengkak atau nyeri yang
dikenal sebagai Deep Vein Thrombosis (DVT). Hal ini bisa berbahaya jika bekuan
darah terlepas dan terbawa ke organ vital seperti otak dan jantung dan
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah pada organ tersebut.
Tidak jarang
penderita terdeteksi mengidap kelainan ini karena mengalami komplikasi
kehamilan yaitu keguguran berulang, melahirkan prematur atau preeklampsia
(kondisi ketika hamil dengan tekanan darah tinggi). Kelainan ini dapat
memberikan gejala diantaranya migrain (sakit kepala sebelah), pusing, gangguan
mengingat dan konsentrasi, serta perdarahan spontan karena kekurangan trombosit.
Kelainan ini sering dikaitkan dengan Lupus dimana beberapa kali ditemukan APS
yang berkembang menjadi Lupus. Penanganan APS adalah dengan pemberian pengencer
darah serta dalam beberapa kasus juga dengan penekan sistem imun. Terdapat
suatu kondisi kegawatdaruratan yang jarang namun perlu di waspadai karena
membahayakan nyawa yaitu Catastrophic Antiphospholipid Syndrome (CAPS) atau
Ashershon’s syndrome, suatu bentuk ekstrim dari APS dimana terjadi penyumbatan
di pembuluh darah di beberapa organ sekaligus.
4. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Lupus atau
yang bernama lengkap Systemic lupus erythematosus adalah penyakit autoimun yang
paling populer meskipun tidak banyak yang mengetahui bahwa penyakit ini adalah penyakit
autoimun. Sama seperti Rheumatoid arthritis dan sesuai dengan namanya. penyakit
autoimun ini adalah sistemik. Namun, berbeda dengan Rheumatoid arthritis, jaringan
spesifik yang diserang oleh sistem imun pada SLE lebih dari satu meskipun
Rheumatoid arthritis dapat juga menyerang jaringan lain pada tubuh. Pada Rheumatoid
arthritis adalah jaringan sendi, sedangkan pada SLE yang diserang utamanya
adalah jaringan kulit, mukosa mulut, persendian, ginjal, otak, jantung,
paru-paru atau saluran pencernaan serta sel-sel darah. Tidak ada yang sangat
spesifik namun SLE merupakan penyakit autoimun yang pasti melibatkan lebih dari
satu jaringan atau organ yang disebutkan sebelumnya. Dengan begitu, dapat
dimengerti bahwa gejala-gejala SLE bervariasi namun yang paling umum adalah malar atau butterfly rash yaitu ruam di
wajah melibatkan hidung dan kedua pipi terlihat seperti kupu-kupu yang lebih
jelas ketika dibawah sinar matahari atau demam, fatigue, rambut rontok,
sariawan berulang yang umumnya tidak nyeri, nyeri atau kaku sendi, serta
sensitif terhadap sinar matahari yang ditandai dengan berkembangnya gejala atau
ruam-ruam pada kulit (photosensitive).
Dampak
penyakit ini pada penderitanya dapat sangat bervariasi tergantung dari perkembangan
penyakitnya, jaringan atau organ yang terkena, respon terapi dan lainnya.
Namun, penyakit ini karena kodratnya sebagai penyakit yang melibatkan lebih
dari satu jaringan atau organ berpotensi memberikan dampak yang besar bagi
penderitanya. Manajemen terapi yang baik umumnya memberikan hasil yang positif
bagi penderita sehingga tidak sering mengalami kondisi berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Penanganan SLE perlu komprehensif karena melibatkan
lebih dari satu jaringan atau organ. Penderita perlu di monitor dengan baik
untuk menjaga fungsi organ atau jaringan yang masih baik. Tujuan dari
penanganannya adalah selain untuk menekan sistem imun juga agar dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut dan mencegah terjadinya kerusakan organ-organ lain yang
masih baik juga untuk mengatasi gejala dan meningkatkan atau mempertahankan
fungsi jaringan atau organ yang sudah terkena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar