Selasa, 17 Juni 2014

Autoimun




[Type the document title]
[Type the document subtitle]

[Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document. Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document.]

[Year]
    
 


A.   Pengertian
       Autoimunitas adalah kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang membuat respon kekebalan melawan sel dan jaringan miliknya sendiri. Beberapa penyakit yang dihasilkan dari kelainan respon kekebalan ini dinamakan penyakit autoimun. Penyakit Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimun tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk. (NIH, 1998; Schaechter dkk., 1993 : Salyers dan Whitt, 1994 : Pelczar dkk. 1986 : Madigan dkk. 1997).

BAGIAN TUBUH YANG DAPAT TERKENA PENYAKIT AUTOIMUN

B.   Penyebab penyakit Autoimun
       Genetik : Telah ditunjukkan pada manusia bahwa gen major histocompatibility complex (MHC) dikaitkan dengan kejadian spesifik dari penyakit autoimmune. Gen MHC ada pada semua vertebrata, gen ini menandai 2 katagori pokok molekul yang membentuk bagian dari sel membran dan seluruh bagian membran (Schaechter dkk., 1993 : Henderson dkk., 1999). Secara khusus gen tersebut memiliki peranan dalam menseleksi antigen yang dapat dikenali oleh sel-T. Sebuah analisa keturunan dari anjing beardies menunjukan bahwa hypoadrenocorticism mempengaruhi sifat keturunan yang dihasilkan. Kejadian ini disebabkan adanya autosomal recessive gene yang melakukan penetrasi secara tidak lengkap.
       Para peneliti berharap dapat mengidentifikasi gen atau gen-gen pada satu atau lebih loci yang memiliki hubungan dengan hypoadrenocorticism. Analisa pedigree pada populasi besar Old English Sheepdogs dan breeds lainnya yang pada populasi lebih kecil, menunjukkan bahwa hampir semua kasus autoimmune terjadi pada hewan yang memiliki darah segaris. Namun demikian data tersebut juga menjelaskan bahwa anjing-anjing yang dalam segaris keturunan tidak selalu menderita penyakit autoimmune dimana mayoritas dalam kondisi normal, sehat walaupun beberapa menderita gangguan subklinis penyakit autoimmune. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus diatas bahwa ; Tampaknya anjing memiliki kecendurungan secara genetik untuk menderita penyakit autoimmune (Aronson, 1999).
Fakta lain menunjukkan bahwa gen spesifik atau kelompok gen sebagai predisposisi suatu keluarga terhadap Psoriasis. Sebagai tambahan, individu anggota suatu keluarga dengan penyakit autoimmune dapat berperan dalam membentuk abnormalitas gen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune walaupun mungkin menurunkan penyakit autoimmune dalam jenis penyakit autoimmune lainnya. Sebagai contoh; salah satu orangtuanya menderita lupus, maka keturunannya dimungkinkan menderita dermatomyositis dan mungkin keturunan lainnya penderita Rheumatoid arthritis (NIH, 1998).



       Beberapa penyakit autoimmune diketahui terjadi karena adanya faktor pemicu seperti infeksi virus. Sinar matahari tidak saja berperan sebagai pemicu kejadian lupus akan tetapi sinar matahari malahan dapat memperburuk kondisi penderita lupus. Hal ini perlu disadari sehingga faktor-faktor tersebut dapat dihindari oleh individu yang rentan dalam rangka mencegah atau meminimalisasikan jumlah kerusakan yang ditimbulkan oleh karena penyakitauto immune pada penderita. Faktor-faktor lainnya seperti : stress kronis, hormonal dan kehamilan, belum banyak diketahui dampaknya terhadap sistem kekebalan dan penyakit autoimmune (Aronson, 1999)

C.   Mekanisme Penyakit Autoimun
       Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998).
       Ada 80 grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan tanda kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh manusia. Gejala-gejala yang ditimbulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal, endokrin sistem, kulit dan jaringan ikat lainnya, mata, darah, dan pembuluh darah. Pada gangguan penyakit tersebut diatas, problema pokoknya adalah terjadinya gangguan sistem immune yang menyebabkan terjadinya salah arah sehingga merusak berbagai organ yang seharusnya dilindunginya.






D.   Diagnosis Penyakit Autoimun
       Dokter mendiagnosis berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang diminta biasanya adalah antibodi yang berhubungan dengan penyakit autoimun yang diduga diderita pasien berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh: pemeriksaan anti-dsDNA yang positif berhubungan dengan penyakit lupus eritematosus sistemik. Pemeriksaan antibodi antikardiolipin (ACA) berhubungan dengan sindrom antifosfolipid (pengentalan darah).
       Diagnose dini penyakit autoimmune sangat sulit dilakukan. Beberapa gejala dari penyakit autoimmune, seperti kecapaian, adalah tidak spesifik. Test penunjang mungkin sangat membantu, tetapi seringkali tidak mencukupi didalam mengkonfirmasi suatu diagnostik. Jika individu menderita gejala semacam sakit persendian dan hasil laboratorium positif tetapi non spesifik, maka penderita tersebut akan didignose dengan nama yang membingunggkan (undifferentiated) sebagai awal atau tidak terbedakan sebagai penyakit jaringan ikat (connective tissue disease) (NIH, 1998).

















E.    Jenis Jenis Penyakit Autoimun
        Penyakit autoimun dapat terjadi pada semua individu di usia berapapun meskipun umumnya lebih sering pada usia produktif serta lebih sering pada wanita daripada pria. Beberapa contoh jenis penyakit autoimun, diantaranya :

1.    Rheumatoid arthritis (RA)
       Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun sistemik namun karakteristik utamanya adalah menyerang jaringan sendi-sendi bukan kelenjar eksokrin. Meskipun penyakit autoimun lain juga bisa menyerang sendi dan menyebabkan radang sendi namun berbeda dengan RA yang dapat berdampak kerusakan berupa erosi yang menyebabkan deformitas hingga sudah tidak lagi dapat berfungsi dengan baik. Pada sendi terdapat kapsul yang melindungi sendi. Sel-sel pada bagian dalam kapsul inilah yang diserang oleh sistem imun pada RA. Kerusakan kapsul tersebut akhirnya bisa menyebabkan dikeluarkannya protein-protein yang akan merusak tulang dan tulang rawannya. Tipikal dari RA adalah beberapa sendi yang terkena dan sendi yang terkena simetris yang artinya sendi pada kedua sisi tubuh terkena sebagai contoh kedua lutut terkena, atau kedua siku terkena meskipun terkadang tidak bersamaan dan derajat keparahannya tidak sama. Biasanya ini yang membedakannya dengan Osteoarthritis yaitu radang sendi lain yang bukan penyakit autoimun. Sendi yang umum terkena adalah sendi-sendi jari, pergelangan tangan, pergelangan kaki, serta lutut. Gejala-gejala radang sendi yang muncul diantaranya sendi terasa kaku dan nyeri, terlihat bengkak dan merah serta terasa hangat. Deformitas yang umum terjadi adalah pada jari-jari tangan yang dinamakan ‘ulnar deviation’, yaitu jari-jari reposisi miring ke arah jari kelingking. Deformitas yang telah terjadi bersifat permanen berarti tidak dapat diperbaiki kembali. Begitu juga seperti Sjögren’s syndrome yang adalah penyakit autoimun sistemik, RA tidak sebatas radang sendi saja namun juga menyerang organ-organ tubuh sehingga memberikan gejala-gejala yang mirip dengan penyakit autoimun sistemik lainnya.
       Salah satu karakteristik utama dari penyakit ini adalah gejala morning stiffness yaitu kekakuan sendi-sendi di pagi hari yang berlangsung 30 menit hingga 1 jam, namun biasanya untuk diagnosa RA kriterianya adalah minimal 1 jam. Meskipun dengan karakteristik tersebut, tidak jarang di tahap awal penyakit penderita telat atau salah di diagnosis karena gejalanya yang dapat mirip dengan penyakit autoimun lainnya dan radang sendi yang cukup umum pada penyakit lain termasuk selain penyakit autoimun. Selain itu, gejala juga pada tahap awal bisa belum spesifik seperti morning stiffness yang hanya berlangsung hingga 30 menit atau gejala radang sendi namun tidak ada tanda-tanda erosi serta hasil-hasil pemeriksaan untuk RA yang ‘masih’ dalam batas normal. Yang lebih sulit lagi adalah tidak semua penderita RA menunjukkan hasil pemeriksaan yang positif, terdapat juga pada beberapa penderita yang sudah timbul erosi atau deformitas meskipun hasil pemeriksaannya tidak pernah positif yang dikenal dengan Seronegative RA. Salah satu karakteristik lain dari RA adalah rheumatoid nodule yaitu nodul yang umumnya keras dan ukurannya bervariasi dari seukuran kacang polong hingga buah jeruk. Nodul ini umumnya muncul di bawah permukaan kulit di atas tulang di tangan atau siku, namun bisa juga muncul di paru-paru atau organ lainnya. Nodul ini bisa muncul seiring dengan perjalanan penyakit.
       Tidak seperti anggapan umum bahwa RA hanya terjadi pada orang tua, RA juga dapat terjadi pada orang muda terutama mereka yang berada di usia produktif. RA pada orang tua mungkin lebih terlihat dengan adanya deformitas yang sudah berat dikarenakan baru terdeteksi pada usia tua padahal mungkin sudah muncul sejak usia lebih muda. Pada anak kecil juga dapat terjadi RA yang dinamakan Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) yang  muncul pada anak dibawah usia 15 tahun. Penanganan untuk RA tujuannya selain untuk menekan sistem imun adalah untuk mencegah terjadinya deformitas sehingga penanganannya sering lebih agresif.
2.    Alopecia Areata
           
       Pada penyakit ini, sistem imun penderita menyerang folikel-folikel rambut yaitu struktur tempat tumbuhnya rambut. Hal ini menyebabkan kerontokan rambut sehingga menimbulkan daerah-daerah botak mulus pada kepala atau bagian tubuh berambut lainnya. Daerah botaknya bisa kecil atau luas hingga menyebabkan botak total atau seluruh tubuh. Selain kerontokan rambut, penderita dapat merasakan gejala gatal-gatal atau rasa terbakar pada kulit. Selain itu penyakit ini dapat bermanifestasi ke kuku berupa cekung atau permukaan kasar. Umumnya penyakit ini dihubungkan dengan stress sebagai pemicunya, maka sering penderitanya disarankan untuk manajemen stress meskipun hal ini masih diperdebatkan. Pengobatan yang dapat diberikan pada penderita ini adalah dengan terapi untuk menekan sistem imun. Jika daerah botaknya kecil dapat secara spontan membaik sendiri. Penyakit ini tidak membahayakan nyawa namun dapat memberikan beban psikologis pada penderita karena mengubah penampilan penderita tidak sesuai dengan kehendaknya.





3.    Antiphospholipid Syndrome (APS)
       Ini adalah kelainan koagulasi darah yaitu kelainan pembekuan atau pengentalan darah. Dari namanya yang menggunakan syndome maka dia merujuk pada kumpulan gejala daripada penyakit. Pada kelainan ini terjadi hiperkoagulabilitas akibat sistem imun yang menyerang beberapa protein normal di dalam darah. Protein-protein tersebut mempengaruhi proses pembekuan darah. Kekurangan protein-protein tersebut menyebabkan kecenderungan terjadi bekuan-bekuan darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah di organ seperti otak dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung di organ jantung. Penyumbatan pembuluh darah balik (vena) di kaki dapat menyebabkan kaki bengkak atau nyeri yang dikenal sebagai Deep Vein Thrombosis (DVT). Hal ini bisa berbahaya jika bekuan darah terlepas dan terbawa ke organ vital seperti otak dan jantung dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah pada organ tersebut.
       Tidak jarang penderita terdeteksi mengidap kelainan ini karena mengalami komplikasi kehamilan yaitu keguguran berulang, melahirkan prematur atau preeklampsia (kondisi ketika hamil dengan tekanan darah tinggi). Kelainan ini dapat memberikan gejala diantaranya migrain (sakit kepala sebelah), pusing, gangguan mengingat dan konsentrasi, serta perdarahan spontan karena kekurangan trombosit. Kelainan ini sering dikaitkan dengan Lupus dimana beberapa kali ditemukan APS yang berkembang menjadi Lupus. Penanganan APS adalah dengan pemberian pengencer darah serta dalam beberapa kasus juga dengan penekan sistem imun. Terdapat suatu kondisi kegawatdaruratan yang jarang namun perlu di waspadai karena membahayakan nyawa yaitu Catastrophic Antiphospholipid Syndrome (CAPS) atau Ashershon’s syndrome, suatu bentuk ekstrim dari APS dimana terjadi penyumbatan di pembuluh darah di beberapa organ sekaligus.
4.     Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
       Lupus atau yang bernama lengkap Systemic lupus erythematosus adalah penyakit autoimun yang paling populer meskipun tidak banyak yang mengetahui bahwa penyakit ini adalah penyakit autoimun. Sama seperti Rheumatoid arthritis dan sesuai dengan namanya. penyakit autoimun ini adalah sistemik. Namun, berbeda dengan Rheumatoid arthritis, jaringan spesifik yang diserang oleh sistem imun pada SLE lebih dari satu meskipun Rheumatoid arthritis dapat juga menyerang jaringan lain pada tubuh. Pada Rheumatoid arthritis adalah jaringan sendi, sedangkan pada SLE yang diserang utamanya adalah jaringan kulit, mukosa mulut, persendian, ginjal, otak, jantung, paru-paru atau saluran pencernaan serta sel-sel darah. Tidak ada yang sangat spesifik namun SLE merupakan penyakit autoimun yang pasti melibatkan lebih dari satu jaringan atau organ yang disebutkan sebelumnya. Dengan begitu, dapat dimengerti bahwa gejala-gejala SLE bervariasi namun yang paling umum adalah malar atau butterfly rash yaitu ruam di wajah melibatkan hidung dan kedua pipi terlihat seperti kupu-kupu yang lebih jelas ketika dibawah sinar matahari atau demam, fatigue, rambut rontok, sariawan berulang yang umumnya tidak nyeri, nyeri atau kaku sendi, serta sensitif terhadap sinar matahari yang ditandai dengan berkembangnya gejala atau ruam-ruam pada kulit (photosensitive).
       Dampak penyakit ini pada penderitanya dapat sangat bervariasi tergantung dari perkembangan penyakitnya, jaringan atau organ yang terkena, respon terapi dan lainnya. Namun, penyakit ini karena kodratnya sebagai penyakit yang melibatkan lebih dari satu jaringan atau organ berpotensi memberikan dampak yang besar bagi penderitanya. Manajemen terapi yang baik umumnya memberikan hasil yang positif bagi penderita sehingga tidak sering mengalami kondisi berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Penanganan SLE perlu komprehensif karena melibatkan lebih dari satu jaringan atau organ. Penderita perlu di monitor dengan baik untuk menjaga fungsi organ atau jaringan yang masih baik. Tujuan dari penanganannya adalah selain untuk menekan sistem imun juga agar dapat mencegah kerusakan lebih lanjut dan mencegah terjadinya kerusakan organ-organ lain yang masih baik juga untuk mengatasi gejala dan meningkatkan atau mempertahankan fungsi jaringan atau organ yang sudah terkena.

Tidak ada komentar: