Selasa, 17 Juni 2014

Autoimun




[Type the document title]
[Type the document subtitle]

[Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document. Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the document.]

[Year]
    
 


A.   Pengertian
       Autoimunitas adalah kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang membuat respon kekebalan melawan sel dan jaringan miliknya sendiri. Beberapa penyakit yang dihasilkan dari kelainan respon kekebalan ini dinamakan penyakit autoimun. Penyakit Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimun tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk. (NIH, 1998; Schaechter dkk., 1993 : Salyers dan Whitt, 1994 : Pelczar dkk. 1986 : Madigan dkk. 1997).

BAGIAN TUBUH YANG DAPAT TERKENA PENYAKIT AUTOIMUN

B.   Penyebab penyakit Autoimun
       Genetik : Telah ditunjukkan pada manusia bahwa gen major histocompatibility complex (MHC) dikaitkan dengan kejadian spesifik dari penyakit autoimmune. Gen MHC ada pada semua vertebrata, gen ini menandai 2 katagori pokok molekul yang membentuk bagian dari sel membran dan seluruh bagian membran (Schaechter dkk., 1993 : Henderson dkk., 1999). Secara khusus gen tersebut memiliki peranan dalam menseleksi antigen yang dapat dikenali oleh sel-T. Sebuah analisa keturunan dari anjing beardies menunjukan bahwa hypoadrenocorticism mempengaruhi sifat keturunan yang dihasilkan. Kejadian ini disebabkan adanya autosomal recessive gene yang melakukan penetrasi secara tidak lengkap.
       Para peneliti berharap dapat mengidentifikasi gen atau gen-gen pada satu atau lebih loci yang memiliki hubungan dengan hypoadrenocorticism. Analisa pedigree pada populasi besar Old English Sheepdogs dan breeds lainnya yang pada populasi lebih kecil, menunjukkan bahwa hampir semua kasus autoimmune terjadi pada hewan yang memiliki darah segaris. Namun demikian data tersebut juga menjelaskan bahwa anjing-anjing yang dalam segaris keturunan tidak selalu menderita penyakit autoimmune dimana mayoritas dalam kondisi normal, sehat walaupun beberapa menderita gangguan subklinis penyakit autoimmune. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus diatas bahwa ; Tampaknya anjing memiliki kecendurungan secara genetik untuk menderita penyakit autoimmune (Aronson, 1999).
Fakta lain menunjukkan bahwa gen spesifik atau kelompok gen sebagai predisposisi suatu keluarga terhadap Psoriasis. Sebagai tambahan, individu anggota suatu keluarga dengan penyakit autoimmune dapat berperan dalam membentuk abnormalitas gen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune walaupun mungkin menurunkan penyakit autoimmune dalam jenis penyakit autoimmune lainnya. Sebagai contoh; salah satu orangtuanya menderita lupus, maka keturunannya dimungkinkan menderita dermatomyositis dan mungkin keturunan lainnya penderita Rheumatoid arthritis (NIH, 1998).



       Beberapa penyakit autoimmune diketahui terjadi karena adanya faktor pemicu seperti infeksi virus. Sinar matahari tidak saja berperan sebagai pemicu kejadian lupus akan tetapi sinar matahari malahan dapat memperburuk kondisi penderita lupus. Hal ini perlu disadari sehingga faktor-faktor tersebut dapat dihindari oleh individu yang rentan dalam rangka mencegah atau meminimalisasikan jumlah kerusakan yang ditimbulkan oleh karena penyakitauto immune pada penderita. Faktor-faktor lainnya seperti : stress kronis, hormonal dan kehamilan, belum banyak diketahui dampaknya terhadap sistem kekebalan dan penyakit autoimmune (Aronson, 1999)

C.   Mekanisme Penyakit Autoimun
       Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998).
       Ada 80 grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan tanda kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh manusia. Gejala-gejala yang ditimbulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal, endokrin sistem, kulit dan jaringan ikat lainnya, mata, darah, dan pembuluh darah. Pada gangguan penyakit tersebut diatas, problema pokoknya adalah terjadinya gangguan sistem immune yang menyebabkan terjadinya salah arah sehingga merusak berbagai organ yang seharusnya dilindunginya.






D.   Diagnosis Penyakit Autoimun
       Dokter mendiagnosis berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang diminta biasanya adalah antibodi yang berhubungan dengan penyakit autoimun yang diduga diderita pasien berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh: pemeriksaan anti-dsDNA yang positif berhubungan dengan penyakit lupus eritematosus sistemik. Pemeriksaan antibodi antikardiolipin (ACA) berhubungan dengan sindrom antifosfolipid (pengentalan darah).
       Diagnose dini penyakit autoimmune sangat sulit dilakukan. Beberapa gejala dari penyakit autoimmune, seperti kecapaian, adalah tidak spesifik. Test penunjang mungkin sangat membantu, tetapi seringkali tidak mencukupi didalam mengkonfirmasi suatu diagnostik. Jika individu menderita gejala semacam sakit persendian dan hasil laboratorium positif tetapi non spesifik, maka penderita tersebut akan didignose dengan nama yang membingunggkan (undifferentiated) sebagai awal atau tidak terbedakan sebagai penyakit jaringan ikat (connective tissue disease) (NIH, 1998).

















E.    Jenis Jenis Penyakit Autoimun
        Penyakit autoimun dapat terjadi pada semua individu di usia berapapun meskipun umumnya lebih sering pada usia produktif serta lebih sering pada wanita daripada pria. Beberapa contoh jenis penyakit autoimun, diantaranya :

1.    Rheumatoid arthritis (RA)
       Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun sistemik namun karakteristik utamanya adalah menyerang jaringan sendi-sendi bukan kelenjar eksokrin. Meskipun penyakit autoimun lain juga bisa menyerang sendi dan menyebabkan radang sendi namun berbeda dengan RA yang dapat berdampak kerusakan berupa erosi yang menyebabkan deformitas hingga sudah tidak lagi dapat berfungsi dengan baik. Pada sendi terdapat kapsul yang melindungi sendi. Sel-sel pada bagian dalam kapsul inilah yang diserang oleh sistem imun pada RA. Kerusakan kapsul tersebut akhirnya bisa menyebabkan dikeluarkannya protein-protein yang akan merusak tulang dan tulang rawannya. Tipikal dari RA adalah beberapa sendi yang terkena dan sendi yang terkena simetris yang artinya sendi pada kedua sisi tubuh terkena sebagai contoh kedua lutut terkena, atau kedua siku terkena meskipun terkadang tidak bersamaan dan derajat keparahannya tidak sama. Biasanya ini yang membedakannya dengan Osteoarthritis yaitu radang sendi lain yang bukan penyakit autoimun. Sendi yang umum terkena adalah sendi-sendi jari, pergelangan tangan, pergelangan kaki, serta lutut. Gejala-gejala radang sendi yang muncul diantaranya sendi terasa kaku dan nyeri, terlihat bengkak dan merah serta terasa hangat. Deformitas yang umum terjadi adalah pada jari-jari tangan yang dinamakan ‘ulnar deviation’, yaitu jari-jari reposisi miring ke arah jari kelingking. Deformitas yang telah terjadi bersifat permanen berarti tidak dapat diperbaiki kembali. Begitu juga seperti Sjögren’s syndrome yang adalah penyakit autoimun sistemik, RA tidak sebatas radang sendi saja namun juga menyerang organ-organ tubuh sehingga memberikan gejala-gejala yang mirip dengan penyakit autoimun sistemik lainnya.
       Salah satu karakteristik utama dari penyakit ini adalah gejala morning stiffness yaitu kekakuan sendi-sendi di pagi hari yang berlangsung 30 menit hingga 1 jam, namun biasanya untuk diagnosa RA kriterianya adalah minimal 1 jam. Meskipun dengan karakteristik tersebut, tidak jarang di tahap awal penyakit penderita telat atau salah di diagnosis karena gejalanya yang dapat mirip dengan penyakit autoimun lainnya dan radang sendi yang cukup umum pada penyakit lain termasuk selain penyakit autoimun. Selain itu, gejala juga pada tahap awal bisa belum spesifik seperti morning stiffness yang hanya berlangsung hingga 30 menit atau gejala radang sendi namun tidak ada tanda-tanda erosi serta hasil-hasil pemeriksaan untuk RA yang ‘masih’ dalam batas normal. Yang lebih sulit lagi adalah tidak semua penderita RA menunjukkan hasil pemeriksaan yang positif, terdapat juga pada beberapa penderita yang sudah timbul erosi atau deformitas meskipun hasil pemeriksaannya tidak pernah positif yang dikenal dengan Seronegative RA. Salah satu karakteristik lain dari RA adalah rheumatoid nodule yaitu nodul yang umumnya keras dan ukurannya bervariasi dari seukuran kacang polong hingga buah jeruk. Nodul ini umumnya muncul di bawah permukaan kulit di atas tulang di tangan atau siku, namun bisa juga muncul di paru-paru atau organ lainnya. Nodul ini bisa muncul seiring dengan perjalanan penyakit.
       Tidak seperti anggapan umum bahwa RA hanya terjadi pada orang tua, RA juga dapat terjadi pada orang muda terutama mereka yang berada di usia produktif. RA pada orang tua mungkin lebih terlihat dengan adanya deformitas yang sudah berat dikarenakan baru terdeteksi pada usia tua padahal mungkin sudah muncul sejak usia lebih muda. Pada anak kecil juga dapat terjadi RA yang dinamakan Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) yang  muncul pada anak dibawah usia 15 tahun. Penanganan untuk RA tujuannya selain untuk menekan sistem imun adalah untuk mencegah terjadinya deformitas sehingga penanganannya sering lebih agresif.
2.    Alopecia Areata
           
       Pada penyakit ini, sistem imun penderita menyerang folikel-folikel rambut yaitu struktur tempat tumbuhnya rambut. Hal ini menyebabkan kerontokan rambut sehingga menimbulkan daerah-daerah botak mulus pada kepala atau bagian tubuh berambut lainnya. Daerah botaknya bisa kecil atau luas hingga menyebabkan botak total atau seluruh tubuh. Selain kerontokan rambut, penderita dapat merasakan gejala gatal-gatal atau rasa terbakar pada kulit. Selain itu penyakit ini dapat bermanifestasi ke kuku berupa cekung atau permukaan kasar. Umumnya penyakit ini dihubungkan dengan stress sebagai pemicunya, maka sering penderitanya disarankan untuk manajemen stress meskipun hal ini masih diperdebatkan. Pengobatan yang dapat diberikan pada penderita ini adalah dengan terapi untuk menekan sistem imun. Jika daerah botaknya kecil dapat secara spontan membaik sendiri. Penyakit ini tidak membahayakan nyawa namun dapat memberikan beban psikologis pada penderita karena mengubah penampilan penderita tidak sesuai dengan kehendaknya.





3.    Antiphospholipid Syndrome (APS)
       Ini adalah kelainan koagulasi darah yaitu kelainan pembekuan atau pengentalan darah. Dari namanya yang menggunakan syndome maka dia merujuk pada kumpulan gejala daripada penyakit. Pada kelainan ini terjadi hiperkoagulabilitas akibat sistem imun yang menyerang beberapa protein normal di dalam darah. Protein-protein tersebut mempengaruhi proses pembekuan darah. Kekurangan protein-protein tersebut menyebabkan kecenderungan terjadi bekuan-bekuan darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah di organ seperti otak dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung di organ jantung. Penyumbatan pembuluh darah balik (vena) di kaki dapat menyebabkan kaki bengkak atau nyeri yang dikenal sebagai Deep Vein Thrombosis (DVT). Hal ini bisa berbahaya jika bekuan darah terlepas dan terbawa ke organ vital seperti otak dan jantung dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah pada organ tersebut.
       Tidak jarang penderita terdeteksi mengidap kelainan ini karena mengalami komplikasi kehamilan yaitu keguguran berulang, melahirkan prematur atau preeklampsia (kondisi ketika hamil dengan tekanan darah tinggi). Kelainan ini dapat memberikan gejala diantaranya migrain (sakit kepala sebelah), pusing, gangguan mengingat dan konsentrasi, serta perdarahan spontan karena kekurangan trombosit. Kelainan ini sering dikaitkan dengan Lupus dimana beberapa kali ditemukan APS yang berkembang menjadi Lupus. Penanganan APS adalah dengan pemberian pengencer darah serta dalam beberapa kasus juga dengan penekan sistem imun. Terdapat suatu kondisi kegawatdaruratan yang jarang namun perlu di waspadai karena membahayakan nyawa yaitu Catastrophic Antiphospholipid Syndrome (CAPS) atau Ashershon’s syndrome, suatu bentuk ekstrim dari APS dimana terjadi penyumbatan di pembuluh darah di beberapa organ sekaligus.
4.     Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
       Lupus atau yang bernama lengkap Systemic lupus erythematosus adalah penyakit autoimun yang paling populer meskipun tidak banyak yang mengetahui bahwa penyakit ini adalah penyakit autoimun. Sama seperti Rheumatoid arthritis dan sesuai dengan namanya. penyakit autoimun ini adalah sistemik. Namun, berbeda dengan Rheumatoid arthritis, jaringan spesifik yang diserang oleh sistem imun pada SLE lebih dari satu meskipun Rheumatoid arthritis dapat juga menyerang jaringan lain pada tubuh. Pada Rheumatoid arthritis adalah jaringan sendi, sedangkan pada SLE yang diserang utamanya adalah jaringan kulit, mukosa mulut, persendian, ginjal, otak, jantung, paru-paru atau saluran pencernaan serta sel-sel darah. Tidak ada yang sangat spesifik namun SLE merupakan penyakit autoimun yang pasti melibatkan lebih dari satu jaringan atau organ yang disebutkan sebelumnya. Dengan begitu, dapat dimengerti bahwa gejala-gejala SLE bervariasi namun yang paling umum adalah malar atau butterfly rash yaitu ruam di wajah melibatkan hidung dan kedua pipi terlihat seperti kupu-kupu yang lebih jelas ketika dibawah sinar matahari atau demam, fatigue, rambut rontok, sariawan berulang yang umumnya tidak nyeri, nyeri atau kaku sendi, serta sensitif terhadap sinar matahari yang ditandai dengan berkembangnya gejala atau ruam-ruam pada kulit (photosensitive).
       Dampak penyakit ini pada penderitanya dapat sangat bervariasi tergantung dari perkembangan penyakitnya, jaringan atau organ yang terkena, respon terapi dan lainnya. Namun, penyakit ini karena kodratnya sebagai penyakit yang melibatkan lebih dari satu jaringan atau organ berpotensi memberikan dampak yang besar bagi penderitanya. Manajemen terapi yang baik umumnya memberikan hasil yang positif bagi penderita sehingga tidak sering mengalami kondisi berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Penanganan SLE perlu komprehensif karena melibatkan lebih dari satu jaringan atau organ. Penderita perlu di monitor dengan baik untuk menjaga fungsi organ atau jaringan yang masih baik. Tujuan dari penanganannya adalah selain untuk menekan sistem imun juga agar dapat mencegah kerusakan lebih lanjut dan mencegah terjadinya kerusakan organ-organ lain yang masih baik juga untuk mengatasi gejala dan meningkatkan atau mempertahankan fungsi jaringan atau organ yang sudah terkena.

Selasa, 10 Juni 2014

Sejarah phlebotomy




sejarah phlebotomy
PHLEBOTOMY
JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKES KEMENKES KUPANG

DICKY FANGIDAE
3/3/2014




TUGAS MATA KULIAH PHLEBOTOMY
JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES KUPANG
SEMESTER GENAP TINGKAT II.B TA.2013/2014

1. Jelaskan pengertian phlebotomy dan sejarah phelebotomy !
Jawab :
Phlebotomi atau “phlebotomy” diambil dari bahasa Yunani, yaitu kata phlebos yang berarti vena, dan tome¸yang berarti insisi/pemotongan. Sejarah terjadinya yang mendukung kemungkinan pengeluaran darah untuk alasan terapi mungkin dimulai di Mesir pada tahun 1400 sebelum masehi.
Lukisan makam yang ditemukan pada jaman itu menunjukkan aplikasi lintah pada pasien. Penumpahan darah, atau praktek mengeluarkan darah dari anggota badan, telah dilakukan dalam beberapa bentuk oleh hampir semua masyarakat dan budaya. Setelah dikenal bahwa pembuluh vena yang berada pada permukaan kulit yang ditandai dengan garis berwarna biru atau hijau pada kulit, dilakukan insisi secara langsung pada pembuluh vena. Berbagai bentuk perdarahan spontan diantaranya mimisan, menstruasi, dan contoh – contoh yang dihasilkan oleh pukulan untuk setiap anggota tubuh, rupanya mengilhami jasa manusia awal penumpah darah.







Praktek pengambilan darah tampak mulai logis ketika dasar dari semua perawatan medis didasarkan pada empat cairan tubuh, yaitu darah, dahak, empedu kuning, dan empedu hitam. Seni penumpahan darah (bloodletting) sedang berkembang baik sebelum masa Hipokrates pada abad kelima SM. Pada pertengahan jaman, baik ahli bedah maupun tukang cukur rambut memiliki spesialisasi pada praktek yang berhubungan dengan darah ini. Tukang potong rambut diiklankan dengan warna merah (mewakili darah) dan putih (untuk tourniquet) berbelang pada tiang. Tiang tersebut merepresentasikan stik yang digenggam. Pada tahun 1210, tukang potong rambut dan ahli bedah berkumpul dan mendirikan perkumpulan Tukang cukur – bedah dimana anggotanya dibagi menjadi Surgeons of the Long Robe dan Lay Barbers dan Surgeons of the Short Robe.
Belakangan diketahui larangan untuk melakukan beberapa pembedahan kecuali penumpahan darah, pembedahan luka, bekam, penghisapan dengan lintah, pencukuran, pencabutan gigi, dan penyuntikan laksatif. Operasi mayor ditangani oleh spesialis, biasanya keturunan dari keluarga tertentu, dimana, jika mereka merupakan anggota dari perkumpulan akan menjadi Surgeons of the Long Robe. William Harvey, orang yang mempublikasikan penemuannya tentang sirkulasi pada tahun 1628, mengakui nilai investigasi implikasi daripada teorinya. Harvey tidak dapat menjelaskan penyebab dan kegunaan sirkulasi tetapi dia mempercayai itu tidak akan mengganggu praktek penumpahan darah.
Pada awal abad 19 ahli fisiologis Franqois Magendie (1783-1855), yang berargumentasi tentang penumpahan darah, menunjukkan efek fisiologis perbedaan penumpahan darah vena dan penggunaan obat hampir sama, dan juga disana beberapa pilihan vena mana yang dipilih tidak akan berpengaruh terhadap prosedur.


Tantangan serius pertama dalam praktek penumpahan darah yang dibuat pada abad 16 dan 17 di bawah kepemimpinan ahli kimia Jerman Paracelcus dan pengikut Belgia, Van Helmont. Kimia medis atau Iatrochemist yang didukung penjelasan tentang penanganan suatu penyakit berdasar pada praktek dan teori kimia. Mereka mempercayai suatu keadaan dimana darah akan teregulasi baik dengan memasukkan bahan kimia dan obat daripada dengan cara sederhana yaitu mengeluarkan beberapa bagian darah. Iatrochemistry menjamin substitusi dalam dunia medis menggantikan pengeluaran darah dalam hal terapi. Dari zaman Hippocrates (abad ke-5 S.M) dan mungkin sebelumnya, meskipun tidak ada catatan tertulis yang tersedia, penumpahan darah memiliki suara pendukung dan memperpanas musuhnya.
Pada abad ke – 5 SM Aegimious dari Eris (470 SM), penulis pertama pemeriksaan pada nadi, menentang vena seksi. Sementara Diogenes dari Appolonia (430 SM), yang menggambarkan vena kava dengan cabang – cabang utamanya, adalah pendukung dari praktek tersebut.
Kebangkitan kedokteran Hipokrates pada akhir abad 17 dan 18 juga diikuti pertanyaan tentang efektivitas terapi penumpahan darah. Perawatan seperti terapi penumpahan darah itu dirasakan oleh para neo-Hipokrates, hanya mungkin berfungsi melemahkan pasien dan menghambat proses penyembuhan alami.








Teknik dan Instrumen
Duri tajam, jerat, gigi ikan, dan batu yang ditajamkan merupakan peralatan yang dahulu digunakan untuk mengeluarkan darah. (Museum of History and Technology)
Documentation of The Project Gutenberg EBook of Bloodletting Instruments in the National

      Vena seksi, salah satu prosedur dalam medikasi kuno, dan beberapa prosedur sejenis seperti menyobek abses, menusuk rongga yang mengandung cairan, dan membedah jaringan, dimana semuanya dicapai pada periode klasik dan kemudian dengan alat yang phlebotome tersebut. Phlebos merupakan bahasa Yunani untuk “vena”, sementara “tome” diambil dari kata “temnein” yang berarti “memotong”. Dalam bahasa latin, “phlebotome” menjadi “flebotome”, dan dalam sebuah manuskrip Anglo Saxon tertanggal 1000 sesudah masehi, kata “fleam” terbit. Phlebotome, sejenis lancet, tidak dideskripsikan dalam beberapa literatur kuno, namun penggunaannya membuatnya jelas bahwa itu adalah runcing, bermata dua, dan alat pemotong berbilah lurus atau seperti skalpel dan digunakan untuk membelah vena besar. Pada contoh awal “fleam”, seperti spesimen yang ditemukan di Pompeii, instrumen ini dikaitkan dengan kedokteran hukum.
      Sejak awal praktek, dokter Roma, melakukan pekerjaan operasi sebaik yang dilakukan oleh dokter hewan, dimungkinkan mereka menggunakan instrumen sama yang digunakan untuk membedah pembuluh darah pada hewan maupun manusia. Pada abad 17 dan 18, jenis daripada “fleam” (German fliete, Prancis flamette), yang memiliki ujung runcing pada sudut kanan untuk pegangan, ini digunakan di Jerman, Belanda, Wina, dan Austria. Sejak spesimen ditemukan di museum bervariasi dalam berbagai ukuran, ada kemungkinan bahwa fleam digunakan pada hewan dan manusia.
     Pada abad 15, lancet ibu jari atau disebut sebagai gladiolus, sagitella, lanceola, lancetta, atau olivaris diperkenalkan. Alat ini segera menjadi instrumen pilihan untuk membuka pembuluh darah di bagian manapun dari tubuh. Besi bermata dua atau pisau baja ditempatkan di antara dua sarung yang lebih besar, biasanya terbuat dari tanduk atau kerang, dan ketiga bahan tersebut bersatu di dasar dengan sekrup terpaku. Pisau bisa ditempatkan di berbagai sudut kemiringan saat digunakan. Bentuk pisau, baik itu lebar atau sempit, ditentukan kemudahan kulit dan vena yang akan ditembus. Sebuah pisau panjang atau sempit sangat penting untuk menembus pembuluh darah yang terletak di bawah lapisan jaringan lemak.








Documentation of The Project Gutenberg EBook of Bloodletting Instruments in the National
(Museum of History and Technology)

Lancet dan penutupnya abad 18 dan 19. Sarungnya terbuat dari kerang, perak dan tempurung kura - kura Seorang ahli bedah disarankan membawa lancet dari berbagai ukuran dan bentuk agar siap untuk membuka pembuluh darah yang berbeda dari ukuran dan lokasi berbeda. Bahkan Hipokrates memperingatkan pada semua jasa petugas terapi penumpahan darah untuk tidak menggunakan lancet ukuran berbeda tanpa pandang bulu, “karena ada bagian – bagian tertentu dari tubuh yang memiliki arus deras yang tidak mudah berhenti”. Untuk pembuluh yang mudah dilukai, sangat esensial untuk membuat luka yang sempit; atau akan sangat sulit bahkan tidak mungkin menghentikan aliran darah.



Untuk pembuluh yang lain, lancet untuk membuat luka yang besar dibutuhkan, jika tidak darah tidak akan mengalir lancar. Pada akhir 1980 dan awal 1990, profesi phlebotomi dipecah sebagai hasil dari pengembangan teknologi dan ekspansi fungsi laboratorium. Biasanya hanya tenaga medis dan teknisi medis yang diijinkan untuk melakukan pengambilan darah, tetapi kebijakan tersebut lambat laun berubah dalam beberapa dekade ini, pengambilan dan penampungan spesimen didelegasikan pada kelompok yang terlatih secara profesional, termasuk phlebotomis.
PENGERTIAN PHLEBOTOMI
Phlebotomi adalah proses pengambilan darah dengan teknik yang benar sehingga komponen analitnya bisa dipertahankan. Tujuan phlebotomi ini untuk mendapatkan sampel darah dengan meminimalisir kesalahan sehingga tidak mengganggu hasil pemeriksaan laboratorium.












2.            Jelaskan pengertian Phlebotomist dan Kompetensi Profesional Phlebotomist !
Jawab :
Phlebotomis adalah istilah tenaga kesehatan yang terlatih serta tersertifikasi untuk melakukan pengambilan sampel darah baik itu dari vena, arteri, maupun kapiler.
-       Kompetensi adalah kemampuan atau pengetahuan yang dibutuhkan seorang untuk melaksanakan suatu tugas atau Aktivitas tertentu secara berhasil.
-       Profesional : Seorang yang memiliki kompentensi tinggi dalam melaksanakan atau aktivitas tertentu.
Kompetensi berarti memiliki kemampuan atau pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu kegiatan secara sukses. Seorang yang kompeten (competent) adalah orang yang (karena memiliki pengetahuan) efesien dan mampu melaksanakan kegiatannya dengan berhasil. Sejalan dengan pemahaman ini, seorang flebotomis yang memiliki kompetensi (competency) adalah seorang tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan seputar flebotomi dan berkemampuan melaksanakan pengambilan darah secara efesien (berdaya–guna ) dan efektif (berhasil-guna). Kompetensi yang dituntut dan harus dimiliki seorang flebotomis bervariasi sesuai situasi dan kondisi institusi pelayanan kesehatan dan tempat kerjanya.






Tuntutan peran dan tanggung jawab ini yang mungkin menjadi landasan dikembangkannya proses pengambilan specimen darah menjadi sebuah profesi tersendiri. Flebotomis harus menyiapkan diri dalam banyak hal :
» Memahami pengetahuan anatomi dan fisiologi tubuh manusia.
» Memahami situasi pasien.
» Memahami teknik komunikasi
» Memahami peralatan dan prosedur pengambilan specimen darah
» Memahami penyiapan dan pengiriman bahan
» Memahami proses pengendalian mutu.
Kompetensi seorang flebotomis meliputi :
1.    Menerapkan pengetahuan
Menerapkan pengetahuan berupa istilah medik, prinsip, prosedur, sumber kesalahan, dasar-dasar pengendalian infeksi, prosedur melaksanakan standar (standard Operational Procedure, SOP ), dan sifat biologic dasar.
2.    Melakukan pemilihan yang sesuai
Melakukan pemilihan yang sesuai urutan meliputi tindakan, peralatan/ metodik/ prosedur, dan lokasi pengambilan darah
3.    menyiapkan pasien dan peralatan
4.    Menilai keadaan pasien dan sample
Kemungkinan sumber kesalahan, masalah teknis atau prosedur, metodik dan tindakan yang sesuai, tindakan perbaikan. Kompetensi lainnya merupakan kompetensi tambahan guna untuk memudahkan flebotomis melaksanakan pekerjaan nya:
1.    melakukan komunikasi dengan pasien
2.    Melakukan aktivitas tata-usaha (Mengenai data-data)
3.    Menjaga kebersihan tempat kerja (membantu penghambatan penyebaran penyakit)
3. Jelaskan bagaimana pelaksanaan Phlebotomy meliputi Penerimaan dan persiapan pasien, pemilihan vena, pemesangan Tourniquet, dan pengambilan darah !
Jawab :
Ø  Persiapan pasien
1. Beritahukan kepada pasien tentang hal-hal yang perlu dilakukan dan tidak perlu dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan pengambilan darah.
2. Persiapan secara umum, seperti : puasa selama 10-12 jam sebelum pengambilan darah (untuk pemeriksaan glukosa darah, cholesterol, trigliserid, ureum, dan kreatinin) tidak melakukan aktifitas fisik yang berat, tidak merokok, dan tidak minum alkohol.
3. Meyakinkan pasien bahwa pengambilan tidak memerlukan waktu yang lama dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Ø  Pemilihan vena
Pada umumnya vena yang baik adalah vena yang besar, letaknya superfisial, dan terfiksasi.
a.    Lokasi penusukan harus diperhatikan. Phlebotomis tidak boleh menusuk pada bagian yang terdapat luka, hematoma, infeksi, oedema. Untuk pengambilan darah, selain tidak dilakukan pengambilan pada tempat-tempat tersebut juga tidak boleh dilakukan pada daerah yang sedang dipasang infus.
b.    Pada waktu penusukan posisi kemiringan jarum yang dibentuk adalah 15º - 20º.
c.    Bila tusukan sudah dalam tetapi tidak mengenai vena maka jangan sekali-kali membelokkan jarum kearah vena karena dapat menimbulkan rasa sakit. Tindakan yang benar adalah jarum ditarik jangan sampai lepas kemudian ditusukkan ke arah vena.
Ø  Pemasangan Tourniquet
a)    Pembendungan vena dengan tourniquet jangan terlalu lama karena dapat menyebabkan hemokonsentrasi setempat.
b)    Jangan melepas tourniquet sesudah jarum dilepaskan karena menyebabkan hematoma.
c)    Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol maka dapat menyebabkan darah hemolisis.

Ø  Teknik Pengambilan Darah
Setelah menyiapkan alat dan bahan, flebotomis harus menentukan lokasi penusukan. Pemilihan letak pengambilan harus sangat diperhatikan dan harus memenuhi syarat yaitu pada lengan yang tidak terluka dan tidak terpasang infus. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka pengambilan dilakukan pada lengan sebelah dan apabila semua lengan terpasang infus maka penambilan vena dapat dilakukan pada vena kaki (apabila sangat terdesak).
Lokasi vena yang dipilih untuk pungsi vena bervariasi, tergantung usia dan keadaan vena.
a)    Pada orang dewasa
            Diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis dan syaraf mediana.
Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di daerah pergelangan tangan. Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-hati dan menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil.


Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :
·           Lengan pada sisi mastectomy
·           Daerah edema
·           Hematoma
·           Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
·           Daerah bekas luka
·           Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
·             Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu.

b)   Pada Anak – anak
Pada umumnya bayi dan anak kecil tidak dapat bekerja sama saat intervensi dilakukan dengan berbagai prosedur. Untuk itu perawat yang bertanggung jawab mengurangi pergerakan dan ketidaknyamanan dengan posisi yang sesuai. Anak lebih tua biasanya membutuhkan penjelasan yang tepat sebagai persiapan sebelumnya, serta dukungan dan bimbingan yang mudah dimengerti selama prosedur berlangsung. Dorongan dari orang tua dapat menurunkan tingkat kecemasan untuk prosedur yang menyakitkan atau prosedur yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Anak seharusnya diberi analgetik yang banyak atau adekuat untuk menurunkan tingkat nyeri dan membutuhkan penahanan atau penekanan yang kuat untuk anestesi lokal. Gunakan penahan rasa nyeri dengan lidocoine umtuk mengurangi sensasi rasa nyeri.




b.1 Pungsi Vena Jugularis
Pada umumnya, super fisialis externa pada vena jugularis adalah lokasi pengambilan darah spesimen pada bayi atau anak. Untuk memudahkan menemukan vena tersebut tempatkan anak pada posisi  restrain mumy pada bagian atas penahanan/penekanan, cukup mudah menemukanya, posisikan anak sehingga kepala anak diletakkan pda bagian luar tepi meja atau bantal kecil dengan leher diperlebar atau diperpanjang dan kepala diputar lurus kesamping. Salah satu metode alternatif (terapi penekanan atau penahanan) lengan dan kaki dengan melibatkan atau bantuan orang tua dengan waktu bersamaan kepala anak diposisikan. Hal ini sangat penting bagi perawat membantu anak agar dapat mengkontrol kepalanya tanpa bantuan dari perawat saat melakukan pencarian terhadap venanya. Tangisan pada anak selama prosedur dapat meningkatkan tekanan intra vena (IV) sehingga vena dapat terlihat, selama tindakan dengan tidak melakukan tekanan yang berlebihan untuk sirkulasi pengkompresan atau selama bernapas atau selama prosedur.atau sebagai berikut:
Prosedur Pungsi Vena Jugularis
-       Tempatkan anak pada restrein mumi
-       Ganti prosedur yang digunakan.
-       Lengan dan kaki bayi atau anak-anak dapat distrein dengan lengan bawah perawat pada waktu yang bersamaan dengan kepala anak diposisikan dan direstrein
-       Menghadap anak, posisi anak dengan kepala dan bahu diekstensikan melewati sudut meja atau bantal kecil dengan leher diekstensikan dan dimiringkan dengan tajam kesatu sisi
-       Perhatikan bahwa tekanan yang berlebihan tidak menurunkan sirkulasi atau pernapasan dan bahwa hidung dan mulut tidak tertutup oleh tangan  periestrein.

b.2 Pungsi Vena Femoralis
Prosedur lain dapat menggunakan tempat atau daerah pungsi vena yang lebih luas yaitu vena pada femur. Penahanan atau penekanan pada bayi dilakukan dengan posisi anak terlentang dan kaki menyerupai posisi katak untuk membuka pangkal paha. Sehingga  Kedua lengan dan kaki bayi dapat dikontrrol secara efektif oleh lengan bawah dan tangan perawat. Hanya pada bagian venipuncture saja yang terbuka, jadi perawat yang  seharusnya melindungi atau mengawasi saat anak urinasi selama prosedur. Penekanan dilakukan pada daerah tersebut setelah pengambilan darah untuk mencegah pengeluaran darah di daerah tersebut.
 Prosedur Pungsi Vena Femoralis
-       Tempatkan anak pada posisi terlentang dengan kaki pada posisi seperti katak agar daerah lipatan paha dapat terlihat
-       Restrein kaki pada posisi katak sambil mengendalikan lengan anak dan gerakan tubuh dengan tekanan lengan bawah ke arah bawah dan ke arah dalam
-       Tutup daerah genetalia untuk melindungi operator dan sisi pungsi vena dari kontaminasi bila anak berkemih selama prosedur
-       Sisi ini tidak dianjurkan untuk akses vena jangka panjang pada anak yang bergerak karena adanya risiko infeksi dan trauma pada area fleksi







b.3 Pungsi Vena Ektremitas
Kebanyakan daerah pungsi vena pada daerah extremitas, khususnya pada lengan dan tangan. Posisi yang tepat adalah menempatkan anak pada pangkuan orang tua, dengan wajah anak melihat orang tua dan pada posisi mengangkang. Selanjutnya tempatkan lengan anak untuk persiapan pungsi vena diatas seperti perawatan di meja untuk mendukung dan tempatkan kain lembut atau handuk. Membutuhkan asisten saat immobilisasi lengan atau bantuan orang tua untuk melakukannya jika asisten tidak ada. Apabila orang tua telah memeluk seluruh tubuh anak untuk memegang lengan anak tersebut dan tempatkan kaki anak diantara kaki orang tuanya. Jika anak harus terlentang, orang tua atau asisten berada disamping tempat tidur dan bersandar diatas tubuh anak untuk penekanan atau penahanan, gunakan tangan untuk memegang lengan saat pungsi vena. Pastikan operator berdiri di samping lain tempat tidur untuk mengakses lengan saat pungsi vena
Prosedur Pungsi Vena Estremitas
-       Tempatkan anak pada posisi terlentang
-       Minta operator berdiri di salah satu sisi tempat tidur, menstabilkan lengan yang akan digunakan untuk pungsi vena
-       Minta asisten berdiri disisi tempat tidur yang lain, manunduk melewati tubuh anak bagian atas untuk berfungsi sebagai restrein dan menggunakan lengan yang paling dekat dengan operator untuk membantu restrein pada pungsi vena.






Selain itu juga bisa menggunakan prosedur seperti di bawah ini :
-       Tempatkan anak pada posisi duduk dipangkuan orang tua (asisten )
-       Minta operator berdiri disalah satu sisi anak, menstabilkan lengan yang digunakn untuk pungsi vena
-       Minta asisten untuk menggunakan lenganya untuk memeluk dan merestrein tubuh anak bagian atas, bila perlu letakkan kaki anka diantara kaki asisten untuk merestrein tubuh bagian bawah

c)    Pada usia lanjut
 Pada pasien geriatric ( lanjut usia) tidak diperlukan teknik atau metode khusus untuk mendapatkan specimen darah. Yang menjadi bahan pertmbangan adalah adanya penurunan Fungsi-fungsi organ akibat proses penuaan. Metode penusukan kulit/ kapiler, wing nidle maupun dengan vacutiner biasa merupakan alternative pilihan tergantung kondisifisiknya.
Pengambilan specimen tidak boleh dilakukan pada vena-vena yang melebar (atau varises). Darah yang diperoleh pada varises tidak menggambarkan biokimiawi tubuh yang sebenarnya karena darah yang diperoleh adalah darah yang mengalami stasis. Resiko lainnya adalah kecendrungan untuk terjadi konfilkasi pendarahan dan infeksi.

     d. Pasien Yang Terpasang Cairan Intra Vena
Pemilihan letak vena menjadi perhatian penting ketika pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya infus. Prinsipnya, pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan yang terpasang infus. Jika salah satu lengan terpasang infus, maka pengambilan darah dilakukan pasa lengan yang tidak terpasang infus. Jika kedua lengan terpasang infus, lakukan pengambilan pada vena kaki.
Berikut ini adalah teknik pengambilan sampel darah pada pasien yang terpasang infus atau IV lines
     Alternatif  1
Jika memungkinkan, lakukan pengambilan darah pada lengan yang tidak terpasang infus.
            Alternatif 2
Jika tidak memungkinkan, lakukan pengambilan sampel darah di daerah kaki
            Alternatif 3
Jika tidak ada akses vena di tempat lain, lakukan pengambilan sampel darah pada lengan yang terpasang infus dengan cara :
-       Mintalah perawat untuk menghentikan aliran infus selama minimal 2 menit sebelum pengambilan.
-       Pasang tourniquet pada bagian sebelah bawah jarum infus.
-       Lakukan pengambilan sampel darah pada vena yang berbeda dari yang terpasang infus atau di bagian bawah vena yang terpasang infus.
-       Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
-       Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.







Alternatif 4
Jika hanya ada satu saja akses vena di tempat yang terpasang infus, maka :
-       Hentikan aliran infus seperti cara di atas
-       Keluarkan darah dari vena tersebut, buang 2-5 ml pertama, dan tampung aliran sampel darah selanjutnya dalam tabung.
-       Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
-       Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Perhatian : Pemilihan alternatif 3 dan 4 harus dengan ijin dan pengawasan dokter. Phlebotomis dapat bekerjasama dengan perawat untuk prosedur pengambilan ini.
Ø  Penampungan Sampel
Beberapa jenis tabung sampel darah yang digunakan dalam praktek laboratorium klinik adalah sebagai berikut :
  1. Tabung tutup merah
Tabung ini tanpa penambahan zat additive, darah akan menjadi beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, serologi dan bank darah (crossmatching test)




  1. Tabung tutup kuning
Tabung ini berisi gel separator (serum separator tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Setelah pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi dan serologi
  1. Tabung tutup hijau terang
Tabung ini berisi gel separator (plasma separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah pemusingan, plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah.
  1. Tabung tutup ungu atau lavender
Tabung ini berisi EDTA. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch)
  1. Tabung tutup biru
Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan koagulasi (misalnya PPT dan APTT)
  1. Tabung tutup hijau
Tabung ini berisi natrium atau lithium heparin, umumnya digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, kimia darah.



  1. Tabung tutup biru gelap
Tabung ini berisi EDTA yang bebas logam, umumnya digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper, mercury) dan toksikologi.
  1. Tabung tutup abu-abu terang.
Tabung ini berisi natrium fluoride dan kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
  1. Tabung tutup hitam
Berisi bufer sodium sitrat, digunakan untuk pemeriksaan LED (ESR)
  1. Tabung tutup pink
Berisi potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan imunohematologi.
  1. Tabung tutup putih
Potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan molekuler/PCR dan bDNA.
  1. Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas
Berisi media biakan, digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi - aerob, anaerob dan jamur


4.Jelaskan  Komplikasi Phlebotomy dan penanganannya !
Jawab :
Dalam pengambilan darah vena yang salah dapat menyebabkan komplikasi, antara lain : (Adie.2011)
1. Pingsan (Syncope)
Pingsan adalah keadaan dimana pasien kehilangan kesadaran beberapa saat karena penurunan tekanan darah. Gejala dapat berupa rasa pusing, keringat dingin, pengelihatan kabur, nadi cepat, bahkan bisa sampai muntah. Pingsan dapat disebabkan karena pasien mengalami rasa takut yang berlebihan atau karena pasien puasa terlalu lama.
            Sebelum dilakukan phlebotomi hendaknya seorang phlebotomis menanyakan apakah pasien memiliki kecenderungan untuk pingsan saat dilakukan pengambilan darah. Jika benar maka pasien diminta untuk berbaring. Phlebotomis hendaknya memberikan pengertian kepada pasien agar pasien merasa nyaman dan tidak takut. Agar pasien tidak takut, phlebotomist sebaiknya mengajak pasien berbicara agar perhatiannya teralihkan.
            Pengambilan darah vena pada orang pingsan harus diberi oksigen agar pembuluh darah membuka sebab pada orang pingsan pembuluh darahnya menutup.

Cara Mengatasi :
-       Hentikan pengambilan darah
-       Pasien dibaringkan di tempat tidur, kepala dimiringkan ke salah satu sisi
-       Tungkai bawah ditinggikan (lebih tinggi dari posisi kepala)
-       Longgarkan baju dan ikat pinggang pasien
-       Minta pasien untuk menarik nafas panjang
-       Minta bantuan kepada dokter
-       Jika pasien belum sempat dibaringkan, minta pasien menundukkan kepala diantara kedua kakinya dan menarik nafas panjang



2.  Hematoma
Terjadi karena :
-       Vena terlalu kecil untuk jarum yang dipakai
-       Jarum menembus seluruh dinding vena
-       Jarum dilepaskan pada saat tourniquet masih dipasang
-       Tusukan berkali-kali
-       Tusukan tidak tepat
-       Pembuluh darah yang rapuh

Cara mengatasi :
            Jika terjadi hematoma lepaskan jarum dan tekan dengan kuat sehingga darah tidak menyebar dan mencegah pembengkakan. Apabila ingin cepat hilang, kompres dengan air hangat seraya diurut dan diberi salep trombopop.

3.  Petechiae
      Bintik kecil merah dapat muncul karena pendarahan kapiler di bawah kulit. Ini karena kelainan pembuluh darah. Jika terjadi setelah dibendung dapat dikarenakan pembendungan yang terlalu lama.






4.  Nyeri pada bekas tusukan
      Rasa nyeri berlangsung tidak lama sehingga tidak memerlukan penanganan khusus. Nyeri bisa timbul akibat alkohol yang belum kering atau akibat penarikan jarum yang terlalu kuat.
Cara pencegahan :
- Setelah kulit didesinfeksi, tunggu alkohol hingga mengering sebelum dilakukan pengambilan darah.
- Penarikan jarum jangan terlalu kuat.

5.   Vena kolaps
       Terjadi karena penarikan plunger terlalu lama atau terlalu cepat.

6.  Pendarahan berlebihan
Pendarahan yang berlebihan terjadi karena terganggunya sistem koagulasi darah pada pasien. Hal ini bisa terjadi karena :
-           Pasien melakukan pengobatan dengan obat antikoagulan sehingga menghambat pembekuan darah.
-           Pasien menderita gangguan pembekuan darah.
-           Pasien mengidap penyakit hati kronis sehingga pembentukan protrombin dan fibrinogennya terganggu.
Cara mengatasi :
-       Menekan kuat pada tempat pendarahan
-       Memanggil dokter untuk penanganan selanjutnya

7.   Kerusakan vena
Terjadi karena pengambilan darah yang berulang kali pada tempat yang sama sehingga meyebabkan kerusakan dan peradangan setempat. Hal ini mengakibatkan pembuluh darah menutup.
Pencegahan :
Dengan menghindari pengambilan berulang kali pada tempat yang sama.

8.   Komplikasi neurologis
            Komplikasi neurologis dapat bersifat lokal karena tertusuknya syaraf dilokasi penusukan. Hal ini dapat menimbulkan keluhan nyeri atau kesemutan yang menjalar ke lengan. Serangan kejang juga dapat terjadi.
Cara mengatasi :
-       Hentikan pengambilan darah
-       Baringkan pasien dengan kepala dimiringkan ke salah satu sisi, bebaskan jalan nafas dan hindari agar lidah tidak tergigit
-       Hubungi dokter

9.  Terambilnya darah arteri
Salah penusukan dapat mengakibatkan terambilnya darah arteri karena phlebotomis menusuk pembuluh darah arteri. Jadi, seorang phlebotomis harus bisa menentukan pembuluh darah yang akan ditusuk.

10.  Alergi
Alergi bisa terjadi karena bahan-bahan yang dipakai dalam phlebotomi, misalnya alergi terhadap antiseptik dan plester. Gejala alergi bisa ringan atau berat, berupa kemerahan dan gatal.
            Phlebotomis hendaknya menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses pengambilan darah. Jika pasien alergi terhadap alkohol 70% maka dapat diganti dengan larutan iodium atau dengan betadine.
Cara mengatasi :
-       Tenangkan pasien dan beri penjelasan
-       Panggil dokter untuk penanganan selanjutnya



5. Jelaskan Komunikasi Phlebotomist dengan pasien !
Jawab :
            Flebotomis adalah professional yang berada pada lini terdepan dalam berinteraksi dengan pasien. Jangkauan pelayanannya tidak terbatas hanya pada pasien dirumah sakit tetapi juga pasien diluar rumah sakit. Keterampilan berkomunikasi menjadi bagian integral dari keterampilan profesi seorang flebotamis. Komunikasi adalah Pemindahan pesan ( transfer of messege ) dan si pembicara kepada sipendengar. Pesan akan diresponi atau dijawab oleh si pendengar. Dalam hal demikian, sudah terjadi interaksi komunikasi antara si pembicara (flebotois) dan si pendengar (pasien). Untuk setiap interaksi dikenal beberapa jenis komunikasi. Jika dalam hal mendapatkan atau Mengumpulkan specimen darah secara efektif dengan pasien flebotomis memerlukan keterampilan berkomunikasi.
            Ada beberapa bentuk komunikasi yang bisa dipakai dalam ber interaksi dengan pasien. Namun begitu, komponen-komponen tertentu dan bentuk komunikasi yang berbeda bisa mempengaruhi bisa–tidaknya pesan dan respon terkirim dan diterima dengan tepat dan benar. Masa interaksi dengan pasien perlu disediakan cukup banyak tetapi flebotomis harus mampu menggunakan keterampilan berinteraksinya untuk membangun hal-hal berikut :
  Kepercyaan pasien
☼ Mencerminkan Propesionalisme flebotomis
☼ Mengarah kepada kebutuhan praktis agar terhindari masa layan yang berkepanjangan.
☼ Tidak tampak mengancam (menakutkan) terutama dihadapan pasien anak.